Minggu, 30 Maret 2014

Let it go

Pengakuanmu akan rasa rindu itu seharusnya menjadi degup indah yang menghadirkan debar - debar bahagia, tapi tidak untuk kali ini. Sebab kehadiranmu bukan surprise yang bisa membuatku terpana beberapa saat. Kamu, bukan lagi sosok yang kutunggu diam - diam di teras rumahku saat malam menggelapkan sekitar.

Andai saja saat ini adalah saat dimana aku dan kamu beberapa waktu silam. Ketika seluruh rasa adalah tentang kita saja. Aku mungkin tak ragu melayangkan senyum manja saat raga dan inderamu mengisyaratkan rindu.

Kita... bukan lagi sebuah desiran halus dalam dada sejak kamu memilih jalan yang berbeda. Jejak - jejak itu telah tertinggal jauh dibelakang. Bukan karena aku tak peduli, tapi kamulah, dengan segenap kesadaranmu melangkah menjauh. Airmata hanya menggulirkan butiran-butiran basahnya tanpa banyak bertanya - mengapa kamu pergi? Apa yang salah? Yah... tetesan perih itu tumpah begitu saja dalam kamar duka yang kamu buat untukku, diam - diam, seperti saat aku diam - diam menenangkan hati yang merindumu di malam - malam sepiku, di teras rumah, menunggumu. 

Kepergianmu kala itu, cukup menegaskan bahwa kita bukanlah takdir yang harus kita tunggu lagi, sebaliknya, itu adalah jawaban atas takdir yang mungkin tanpa sadar telah kita tunggu.

Lalu sekarang....
Bertahun - tahun setelah itu, setelah sekian lama kita membangun hidup dari puing - puing mimpi dan harapan - harapan baru, kamu datang dengan rindumu yang dulu pernah kuinginkan. 

Ini seperti traktiran makan siang favoritku tapi aku harus menolak karena perutku terlanjur kenyang. Rasa dan aromanya memang sangat menggugah selera tapi itu tak cukup membuatku lapar kembali.

Kenangan yang coba kamu bangkitkan sesungguhnya belum terkubur terlalu dalam oleh tumpukan luka, tapi hasrat untuk merogoh dan menemukannya kembali tak lagi ada. Biarlah... sudah kurelakan dia disana, dibawah rongsokan hati yang pernah berdarah - darah. 

Lepaskan saja, biarlah dia terbang, melambung tinggi keatas, kemana pun jatuhnya nanti tak akan kucari lagi. Takdir kita mungkin cukuplah sebatas duduk bersisian, saling memandang, tersenyum, tertawa dalam keberasamaan yang biasa. Karena kita bukanlah paduan nada dan lirik dalam lantunan nyayian cinta.

Tidak ada komentar:

Popular Posts