Sabtu, 26 Oktober 2013

TEPAT MALAM INI, LIMA TAHUN YANG LALU


Gelinding waktu menghantar dua hati sampai disini, saat aku dan kamu menjadi kita. Kita yang kadang sama dan berbeda, yang kadang saling bergandeng dan berpisah, yang kadang penuh gairah lalu dingin, yang kadang merindu dan melupa, yang kadang yakin dan ragu, yang kadang mencinta dan membenci.

Kita yang kini masih berwujud satu keinginan dan harapan, meski dengan langkah berbeda namun akhirnya dapat tiba pada satu titik dalam waktu bersamaan. Dan disinilah kita, setidaknya untuk saat ini, menyesaki ruang - ruang tahun dengan berbagai cerita dari pengalaman sejak lima tahun lalu.

Sudah cukupkah perjalanan ini menjadikan kita sebagai tujuan?
Ataukah jembatan yang dibangun dari derap - derap langkah menuju kita masih rapuh?
Berapa lama lagi waktu untuk kita berjalan?
Yakinkah bahwa yang di depan itu, yang indah itu untuk kita? Sementara setiap perjalanan tak pernah menajanjikan kepastian tujuan terindah bagi siapa saja. Kita mungkin dapat merupa keindahan itu sendiri, tapi kita pun dapat dilesapkan oleh apa saja, lalu kita tak akan berarti apa-apa melainkan hanyalah sebuah perjalanan menuju entah.

Apa sebenarnya yang dibutuhkan kita?
Waktu? Keyakinan? Restu? Kesempatan? Takdir?

Entahlah, karena kita adalah gagasan yang cukup sulit ditebak. Pada kenyataannya kita bukan hanya perkara dua pribadi, akan selalu ada mereka yang turut menghiasi lukisan hati kita dengan seribu satu macam warna, pasti ada Dia, sutradara dibalik tiap penggal episode cerita tentang kita.

Sekali lagi, waktu beranjak, menunjuk saat dimana aku dan kamu bersepakat menjadi kita. Moment yang mungkin hanya diingat dan tanpa sengaja dirayakan oleh kita saja. Kebahagiaan dan kesedihan melebur dalam kenangan seiring terlingkarnya satu simbol angka yang berderet runtun pada lembar kalender yang akan selalu berganti. Dan, cerita baru dari episode lain dimulai lagi setelah ujung pena menarik lingkar pada tepian angka yang menggenapkan setahun demi setahun usianya.

Kita, mungkin masih akan terus berjalan berjalan menuju satu tanpa ingin berspekulasi bahwa jalan di depan bisa saja bercabang, tak ada pilihan lain selain menyusuri masing-masing jalan dengan ayunan kaki gontai berteman nelangsa.

Saat ini, kita masih menjadi rumah tempat hatiku dan hatimu pulang. Kita, masih menjadi tempat yang paling nyaman untuk sejenak menarik diri dari fatamorgana, meski kita sendiri masih merupa siluet berwarna gamang.

Kita seolah keajaiban kecil yang hanya dimengerti oleh kita saja, saat amarah yang membuncah berangsunr meredah, dan kesedihan yang menyesakkan berangsur melegakan, atau saat kebahagian menjadi lengkap dalam kesederhanaan. Semua akan baik-baik saja saat mataku dan matamu bertatut memandang kearah kita.

Kita seperti silent hug, menenangkan dalam hening, bijak dalam diam, damai dalam senyap.

Hingga suatu ketika...Airmataku dan peluhmu berubah wujud menjadi sebuah doa, semoga kita, adalah selamanya.

Tidak ada komentar:

Popular Posts